BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Selamat…!
Pendapatan per kapita penduduk Indonesia menembus angka US $ 18,000
atau sekitar Rp. 180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut jauh di atas
beberapa negara ASEAN lainnya seperti Malaysia yang hanya memiliki
pendapatan per kapita penduduk US $ 6,220, atau Thailand dengan
pendapatan per kapita penduduknya US $ 2,990. Rekor tersebut hampir
menyamai Korea yang memiliki income per kapita penduduk US $
20,000, meskipun masih jauh di bawah Jepang, Australia, dan Amerika yang
memiliki pendapatan per kapita penduduk di atas US $ 30,000.
Itulah
topik terhangat yang dicatat di halaman surat kabar nasional pada tahun
2030. Itu pun hanya prediksi beberapa ahli yang mengabaikan peningkatan
pendapatan beberapa negara lain di atas yang memang memiliki pendapatan
per kapita seperti apa yang tertulis saat ini. Dengan berat hati kita
harus mengakui bahwa pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya US $
1,946 pada tahun 2008, jauh di bawah Jepang US $ 34,189, Amerika US $
43,444, Australia US $ 50,000, dan Singapura US $ 29,320. Apa masyarakat
Indonesia harus menunggu sampai tahun 2030? Dan apa mungkin di tahun
2030 prediksi itu benar-benar akan tercapai? Atau itu hanyalah mimpi
indah belaka bagi rakyat Indonesia? Sampai sekarang masalah kemiskinan
masih menjadi “hantu” yang menakutkan bagi sebagian besar rakyat
Indonesia.
Kemiskinan
merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini
masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten
dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya
dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti
inggris dan Amerika Serikat. Negara inggris mengalami kemiskinan di
penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri di
Eropa. Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi
ekonomi pada tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun kemudian
Amerika Serikat tercatat sebagai Negara Adidaya dan terkaya di dunia.
Pada
kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara global kemiskinan
Negara-negara di dunia ketiga, yaitu Negara-negara berkembang yang
nota-benenya ada di belahan benua Asia. Kemudian juga pemaparan secara
spesifik mengenai kemiskinan di Negara Indonesia. Adapun yang
dimaksudkan Negara berkembang adalah Negara yang memiliki standar
pendapatan rendah dengan infrastruktur yang relatif terbelakang dan
minimnya indeks perkembangan manusia dengan norma secara global. Dalam
hal ini kemiskinan tersebut meliputi sebagian Negara-negara
Timur-Tengah, Asia selatan, Asia tenggara dan Negara-negara pinggiran
benua Asia.
Ada
dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan
alami dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya
alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana
alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang
berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang
tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut
kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik
kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari
pemerataan.
B. Perumusan Masalah
Dalam
tugas terstruktur individu ini, penyusun yang membahas mengenai masalah
kemiskinan, didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis
permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
“Apa yang menjadi masalah dasar dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia”.
C. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah yang membahas tentang kemiskinan di Indonesia ini adalah sebagai berikut:
- Menumbuhkan kesadaran masyarakat
Indonesia yang mampu dalam hal materi agar ikut berperan serta
untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
- Memberikan informasi kepada
masyarakat Indonesia untuk menghadapi kemiskinan yang merupakan
tantangan global dunia ketiga.
- Untuk mengetahui sejauh mana upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
D. Manfaat
- Bagi Penulis
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
- Bagi pihak lain
Makalah
ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan
permasalahan dan upaya penyelesaian kemiskinan di Indonesia.
E. Ruang Lingkup
Dalam penyusunan Makalah ini penyusun mengambil sampel ruang lingkup berupa masyarakat Indonesia secara menyeluruh.
BAB II
ANALISIS PERMASALAHAN
A. Pembahasan
Kemiskinan
sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh
negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju,
seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan
di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang
muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari
tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang
mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah.
Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit
sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Berikut
sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema
mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya.
- Definisi
Dalam
kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta
(harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata
“fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi
makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah
konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya
dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara pekerja dan
upah yang diperoleh.
Seiring
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti
definitif dari pada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari
sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki
keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan
komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang diutarakan oleh
Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena minimnya
penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri
maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya
kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau
kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang
diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi yang
sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan
kemiskinan struktural.
Deskripsi
lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal
tahun 1990-an definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat
pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan,
pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah muncul arti
definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan,
ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Kemiskinan
sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh
negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju,
seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan
di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang
muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari
tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang
mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya juga rendah.
Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit
sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Amerika
Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama
pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an
Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi daya dan terkaya di dunia.
Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat
telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik
keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau seperenam dari jumlah
penduduknya tergolong miskin.
Kemiskinan
dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan
relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin
absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan,
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang,
kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif
sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di
bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan
erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak
lain yang membantunya.
- Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut.
Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan
dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban
kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
- Penyebab Kemiskinan
Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:
a. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
Yang
penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan
per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu
sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan
per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya
produktivitas menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita:
a) Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b) Politik ekonomi yang tidak sehat.
c) Faktor-faktor luar neger, diantaranya:
- Rusaknya syarat-syarat perdagangan
- Beban hutang
- Kurangnya bantuan luar negeri, dan
- Perang
b. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Terlihat
jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan.
Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan produktivitas masyarakat
harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus, serta jaminan kesehatan
dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan maksimal
c. Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak
tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari
tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya
kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini bisa
disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya peranan
wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
d. Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.
Hal
ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan
keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung mematikan
sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih
terbebani oleh pajak negara.
- Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Bagaimana
perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia? Program Pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan tahunan Pembangunan
manusia (Human Development Report) 2006 yang bertajuk Beyord scarcity;
power, poverty dan the global water. Laporan ini menjadi rujukan
perencanaan pembangunan dan menjadi salah satu Indikator kegagalan atau
keberhasilan sebuah negara menyejahterakan rakyatnya. Selama satu dekade
ini Indonesia berada pada Tier Medium Human Development peringkat ke
110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah
kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari
tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu
periode (2000-2005). Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat
sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta
(23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002,
penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun
menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode
berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta
pada tahun 2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %.
Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta
(15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat
sebesar 3,95 juta (1,78%).
Adapun
laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS ) yang telah
melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret
2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan
kisaran konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan
ketika pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-kapita per bulan.
- Penjelasan Teknis dan Sumber Data
Sebagai
tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas secara lugas, dipaparkan
penjelasan data dan sumber data yang diambil dari Berita Resmi
Statistika No.47/ IX/ 1 September 2006, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk
mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan
dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. Dengan pendekatan ini dapat dihitung Head Count Indeks
(HCI) yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
b. Metode
yang digunakan menghitung Garis Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua
komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan
Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah
untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk
yang memiliki rata-rata pendapatan per-kapita di bawah garis kemiskinan.
c. Sumber
utama data yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data Susenas
(Survei Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari 2005 dan Maret 2006.
Sebagai informasi tambahan,digunakan juga Survei Paket Komoditi
Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan Proporsi dari
Pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
- Tantangan Kemiskinan di Indonesia
Masalah
kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya
tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu
kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam
(SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan
Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih
menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara
negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM)
Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. masih lebih tinggi dari
Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih
relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya.
Tantangan
lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi penduduk
miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data
Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar
69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar
bekerja di sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat
memilukan adalah kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang
ditunjukkan oleh rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya
tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya
angka pembangunan gender (Gender-related Development Indeks, GDI) dan
angka Indeks pemberdayaan Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan
selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang
sangat signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari
kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah
daerah dalam penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka
waktu yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan pada skala nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan
dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka
terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali
untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta bisa menimbulkan
bahaya laten dalam skala Nasional.
- Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan
Upaya
penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan
penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan
nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai
acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pembangunan tahunan.
Sebagai
wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan
pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK)
telah disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh
stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 %
pemerintah kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan
Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama penanggulangan kemiskinan di
daerah dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:
a) Mengurangi
kesenjangan antar daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana irigasi,
air bersih dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air
bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah
tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang
memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK) .
b) Perluasan
kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana stimulan
untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan
investasi dan revitalisasi industri.
c) Khusus
untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan
antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar 9
tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii) jaminan
pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan
rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan diadakannya Bandung Peduli
yang dibentuk pada tanggal 23 – 25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah
gerakan kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong
orang kelaparan, dan mengentaskan orang-orang yang berada di bawah garis
kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh
pada wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku, ras, agama,
kepercayaan, ataupun haluan politik.
Oleh
karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila
dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi,
maka Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang
yang dibantu tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang
tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin
sekali dan paling miskin bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai Tukar
Beras”.
B. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Masalah
dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap
kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan.
Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah
kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan
masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas
dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin
kerja sama yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua
lini masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030
kemiskinan akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.
2. Saran
Dalam
menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih
kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka
peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul
untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan
mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan,
wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar
global.
DAFTAR PUSTAKA
- Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka
- Santoso Slamet, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed : Purwokerto.
- Santoso, Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army Press
- Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka.
- www.geocities.com/rainforest/canopy/8087/miskin.html